Saturday, May 16, 2015

Masih takut donor darah?

"Ngasih darah buat orang lain yang ngga dikenal aja dia mau, apalagi ngasih seluruh hidupnya buat kamu."
Saya rasa quote buatan saya di atas cukup masuk akal. Darah adalah salah satu unsur vital yang membantu manusia untuk bertahan hidup. Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa darah mengalir di tubuhnya. Ketika memberikan darah kita untuk orang lain yang sedang kritis, bisa dikatakan bahwa kita telah memberikan sebagian kehidupan kita demi kehidupan orang lain.

Sebagian orang masih menganggap donor darah merupakan kegiatan yang sangat mengerikan. Kegiatan dimana seorang tenaga medis akan menusukkan jarum suntik dengan ukuran sangat besar ke kulit dan menghisap darah pendonor. Ditambah lagi dengan membayangkan bahwa pendonor akan kehilangan darahnya beberapa ratus mililiter yang akan ditakar dalam kantong darah PMI. Memang, kegiatan donor darah membutuhkan orang-orang hebat dengan adrenalin tinggi.

Namun saya berhasil mematahkan segala keraguan klasik tersebut dan mewujudkan harapan saya untuk mendonor darah pertama kalinya di usia 20 tahun. Alasan yang melatarbelakangi harapan tersebut sederhana, yaitu bayang-bayang jika dalam kondisi kritis saya atau orang lain di sekitar saya kesulitan mendapatkan donor darah karena terlalu banyak orang yang enggan mendonor darah. Ya, banyak sekali orang yang membutuhkan darah di luar sana, mulai dari penderita penyakit kronis, kecelakaan, ibu hamil, orang tua dan anak kecil. Dan darah yang mereka butuhkan tidak hanya satu atau dua kantong darah, tetapi BANYAK.

Pengalaman pertama akan selalu berkesan, tak terkecuali pengalaman pertama saya saat mendonor darah. Takut, ragu-ragu, dan deg-degan adalah sebagian perasaan wajar sesaat sebelum melakukan cek kesehatan. Cek kesehatan yang saya maksud adalah cek standar seperti cek berat badan, tekanan darah, kadar hemoglobin, dan keluhan penyakit yang sedang dirasakan. Perasaan negatif tersebut berangsur-angsur berubah 180 derajat menjadi antusiasme ketika petugas cek kesehatan menyatakan saya layak mendonor darah. Proses pengambilan darah berlangsung kurang dari 10 menit. Seusai pengambilan darah, saya menghampiri petugas lain untuk mendapatkan kartu donor darah dan sekantong kotak berisi susu, snack, air mineral, dan vitamin penambah darah yang akan membantu menstabilkan kondisi tubuh pasca donor darah.

Dan anda tahu, bagaimana rasanya ketika proses pengambilan darah berlangsung? Bagi saya yang notabene adalah penonor junior, rasa suntikan jarum donor darah hanya seperti menekankan kuku ibu jari ke lengan. Dengan jelas terasa juga detak pembuluh darah saya, menyenangkan sekali. Sisanya adalah perasaan lega saat darah perlahan memenuhi kantong darah yang siap disumbangkan ke orang lain. 

Mendonorkan darah ternyata menyenangkan sekali, rasanya ingin datang ke PMI di kemudian hari untuk mendonor lagi. Bagaimana menurut anda? Saran saya, buang rasa takut untuk mendonor darah dengan niat baik anda dan jadikan donor darah sebagai life style untuk membantu orang lain dalam bidang kesehatan. Semoga tulisan ini dapat menguatkan anda yang masih ragu untuk mendonor darah.
Kartu Donor Darah Saya, Golongan Darah B

Thursday, May 7, 2015

Terlambat adalah Wajar



Di Indonesia, tak terkecuali di kampus saya, orang-orang terbiasa melakukan “jam karet” alias molor alias terlambat. Sebagai contoh ketika sudah memiliki janji rapat yang dimulai pada jam 9 pagi, seorang teman baru datang 30 menit hingga 1 jam setelah jam 9 pagi. Lebih parah lagi, ada yang baru datang ketika rapat hampir selesai. Banyak orang sudah menganggap bahwa terlambat itu wajar. Tidak ada hukuman atau sanksi tegas bagi pelanggaran berupa terlambat, sehingga mereka yang senang melakukan keterlambatan tidak merasa bersalah atau sungkan. Lebih ironis ketika seorang yang terbiasa ontime dikata aneh atau berlebihan. Ya.... itu lah kebiasaan sebagian masyarakat kita.

Yakinlah, menghargai orang lain dapat dimulai dari menghargai waktu mereka. Apakah anda sadar bahwa kebiasaan terlambat membuat orang lain kesal? Terlebih jika keterlambatan kita membuat orang lain menunggu. Sejatinya, tidak banyak orang yang suka menunggu. Orang lain yang menunggu tersebut dapat merasa bahwa kita egois, karena lebih merasa waktu kita lebih penting dibanding waktu mereka.

Di negara Jepang, sebagian besar gedung sekolah atau universitas memiliki sebuah jam dinding besar di tembok bagian muka gedung yang dapat dilihat dari kejauhan. Anda tidak percaya? Berikut contoh penampakan jam yang saya maksud (kotak kuning)

Ritsumeikan University
Salah satu gedung SMA di Jepang
Coba anda ingat-ingat. Jangankan di dunia nyata seperti gambar di atas, di kartun Doraemon pun, sekolah Nobita juga memiliki jam besar di gedungnya. Sungguh berbeda dengan bangunan sekolah dan universitas di Indonesia yang hanya bangga memamerkan logo dan nama sekolah terkait di muka gedung.

Saya memang belum pernah menginjakkan kaki di Jepang. Namun saya yakin, jam besar tersebut ada untuk mengingatkan dan memberi kesadaran waktu pada pelajar di sekolah atau universitas. Mereka akan panik ketika waktu sudah mendekati jam masuk sekolah/kuliah dan merasa bersalah jika mereka sampai terlambat. Ya, di Jepang datang tepat waktu sudah dibiasakan sejak masa sekolah. Kebiasaan tepat waktu ini juga menggambarkan bagaimana orang Jepang merupakan tipikal orang disiplin dan pekerja keras. Sekali lagi, ini sih menurut pengamatan dan perspektif saya yang hanya pernah mengetahui Jepang dari informasi sekunder di internet, pengalaman orang, dan media lainnya. Akan tetapi nyata dan masuk akal bukan?

Sudahlah, jangan membiasakan terlambat jika memang tidak ada halangan untuk datang tepat waktu. Jika anda memiliki janji bertemu seseorang, lebih baik anda ontime atau bahkan datang lebih awal agar tidak membuat orang lain menunggu. Ingaaat, kebiasaan anda akan membentuk bagaimana pandangan orang lain kepada anda. Sama seperti pandangan saya terhadap negara Jepang pada ulasan di atas.