Petugas kasir nampak bingung. Dengan gusar ia mengoperasikan mesin kasir, berhenti sejenak, lalu menolak Uang Elektronik (UNik) saya dan berkilah, “Sebelumnya kami mohon maaf, Kak. Untuk pembayaran menggunakan Uang Elektronik memiliki jumlah minimal pembelian sebesar dua puluh ribu Rupiah. Sistem online bank tidak dapat melayani pembayaran yang kurang dari jumlah tersebut.” Saya hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan petugas kasir, mengalah, dan mau tidak mau harus menyerahkan lembaran uang tunai pada petugas kasir sebagai alat pembayaran dari semua barang belanjaan yang hendak dibeli. Karena kebetulan saat itu tak satupun lembaran uang bersarang di dompet atau saku pakaian, dengan menyingkirkan perasaan malu saya terpaksa meminjam uang tunai pada seorang teman yang kebetulan bersama saya berbelanja di toko retail tersebut. Untungnya teman saya membawa uang lebih, sehingga saya tidak perlu membatalkan transaksi setelah lama menunggui si petugas kasir dan menyebabkan antrian panjang pembeli lain di belakang saya.
Cukup terasa pahit dan mengecewakan. Begitulah pengalaman pertama saya pada bulan Oktober 2015 lalu dalam menggunakan Uang Elektronik (UNik). Sebenarnya, seperti yang telah diberitahukan oleh semua vendor UNik, pengguna UNik bebas melakukan pembayaran di merchant-merchant yang telah bekerja sama dengan Bank Indonesia tanpa syarat minimum pembelian. Namun kenyataannya tidak semua petugas merchant yang telah didukung UNik di kota Surabaya, khususnya petugas kasir memahami bagaimana cara melayani pelanggan mereka yang hendak membayar barang belanjaan dengan UNik. Mereka menolak mentah-mentah UNik dengan seribu alasan yang bertele-tele.
Ternyata teman saya yang meminjami uang tunai, dirinya sebagai salah seorang kawula muda yang menjadi sasaran utama pengguna UNik masih terlihat kikuk ketika saya menyodorkan kartu pembayaran tersebut pada petugas kasir. Ia melontarkan beberapa pertanyaan seputar UNik untuk menghilangkan rasa penasarannya.
Menjadi anggota Generasi Baru Indonesia (GenBI), penerima beasiswa Bank Indonesia, saya merasa bahwa saat itu sangat tepat untuk menjalankan fungsi GenBI sebagai perpanjangan tangan Bank Indonesia ke masyarakat luas sekaligus mengampanyekan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada orang-orang sekitar. Berbekal pengetahuan seputar GNNT dari Bank Indonesia serta pengalaman pribadi menggunakan UNik, saya menjelaskan segala sesuatu hal mendasar mengenai alat pembayaran gaya baru ini pada teman saya tersebut. Mulai dari apa itu GNNT, bagaimana cara mendapatkan, melakukan top-up (isi ulang) UNik, mencontohkan beberapa fasilitas umum dan merchant di Surabaya yang telah didukung UNik, hingga memberikan rekomendasi mengenai beberapa merk UNik yang terpercaya dan umum dipergunakan.
Lega rasanya ketika melihat antusiasme teman saya dalam menerima setiap penggal penjelasan saya dengan raut wajah berubah-ubah. Nampaknya saya berhasil mengampanyekan UNik pada teman saya tersebut. Cukup melegakan.
Dari sepenggal pengalaman saya di atas, tersirat bahwa pengetahuan sebagian besar masyarakat dan tingkat penggunaan UNik sebagai media pembayaran baru, khususnya di kota Surabaya masih tergolong rendah. Masih banyak masyarakat merasa aneh ketika Uang Elektronik mulai beredar di sekitar mereka. Namun ketika satu orang sudah berhasil mengedukasi orang lain di sekitarnya dengan baik, maka berkuranglah satu masyarakat yang merasa awam mengenai UNik.
Sebenarnya, bentuk dari alat pembayaran non tunai tidak hanya berupa uang elektronik saja. Terdapat banyak bentuk lain seperti internet banking, mobile banking, kartu kredit, kartu debet, dan lain sebagainya. Keseluruh alat pembayaran tersebut dapat menggantikan uang tunai dalam transaksi jual beli, selama fasilitas transaksi memadai. Dengan adanya pembayaran non tunai, diharapkan transaksi jual beli di Indonesia menjadi cepat, mudah, aman, dan efisien. Banyak fasilitas yang dapat kita rasakan dengan bantuan non tunai. Untuk saat ini, transaksi pembayaran di beberapa merchant retail, restoran, bus kota, tempat parkir, jalan tol, pom bensin dapat menggunakan non tunai. Dan pastinya, seiring dengan perkembangan sarana dan prasarana yang ada, di masa mendatang penggunaan non tunai di Indonesia akan semakin luas.
Cukup terasa pahit dan mengecewakan. Begitulah pengalaman pertama saya pada bulan Oktober 2015 lalu dalam menggunakan Uang Elektronik (UNik). Sebenarnya, seperti yang telah diberitahukan oleh semua vendor UNik, pengguna UNik bebas melakukan pembayaran di merchant-merchant yang telah bekerja sama dengan Bank Indonesia tanpa syarat minimum pembelian. Namun kenyataannya tidak semua petugas merchant yang telah didukung UNik di kota Surabaya, khususnya petugas kasir memahami bagaimana cara melayani pelanggan mereka yang hendak membayar barang belanjaan dengan UNik. Mereka menolak mentah-mentah UNik dengan seribu alasan yang bertele-tele.
Ternyata teman saya yang meminjami uang tunai, dirinya sebagai salah seorang kawula muda yang menjadi sasaran utama pengguna UNik masih terlihat kikuk ketika saya menyodorkan kartu pembayaran tersebut pada petugas kasir. Ia melontarkan beberapa pertanyaan seputar UNik untuk menghilangkan rasa penasarannya.
Menjadi anggota Generasi Baru Indonesia (GenBI), penerima beasiswa Bank Indonesia, saya merasa bahwa saat itu sangat tepat untuk menjalankan fungsi GenBI sebagai perpanjangan tangan Bank Indonesia ke masyarakat luas sekaligus mengampanyekan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada orang-orang sekitar. Berbekal pengetahuan seputar GNNT dari Bank Indonesia serta pengalaman pribadi menggunakan UNik, saya menjelaskan segala sesuatu hal mendasar mengenai alat pembayaran gaya baru ini pada teman saya tersebut. Mulai dari apa itu GNNT, bagaimana cara mendapatkan, melakukan top-up (isi ulang) UNik, mencontohkan beberapa fasilitas umum dan merchant di Surabaya yang telah didukung UNik, hingga memberikan rekomendasi mengenai beberapa merk UNik yang terpercaya dan umum dipergunakan.
Lega rasanya ketika melihat antusiasme teman saya dalam menerima setiap penggal penjelasan saya dengan raut wajah berubah-ubah. Nampaknya saya berhasil mengampanyekan UNik pada teman saya tersebut. Cukup melegakan.
Dari sepenggal pengalaman saya di atas, tersirat bahwa pengetahuan sebagian besar masyarakat dan tingkat penggunaan UNik sebagai media pembayaran baru, khususnya di kota Surabaya masih tergolong rendah. Masih banyak masyarakat merasa aneh ketika Uang Elektronik mulai beredar di sekitar mereka. Namun ketika satu orang sudah berhasil mengedukasi orang lain di sekitarnya dengan baik, maka berkuranglah satu masyarakat yang merasa awam mengenai UNik.
Sebenarnya, bentuk dari alat pembayaran non tunai tidak hanya berupa uang elektronik saja. Terdapat banyak bentuk lain seperti internet banking, mobile banking, kartu kredit, kartu debet, dan lain sebagainya. Keseluruh alat pembayaran tersebut dapat menggantikan uang tunai dalam transaksi jual beli, selama fasilitas transaksi memadai. Dengan adanya pembayaran non tunai, diharapkan transaksi jual beli di Indonesia menjadi cepat, mudah, aman, dan efisien. Banyak fasilitas yang dapat kita rasakan dengan bantuan non tunai. Untuk saat ini, transaksi pembayaran di beberapa merchant retail, restoran, bus kota, tempat parkir, jalan tol, pom bensin dapat menggunakan non tunai. Dan pastinya, seiring dengan perkembangan sarana dan prasarana yang ada, di masa mendatang penggunaan non tunai di Indonesia akan semakin luas.
No comments:
Post a Comment